Selasa, 11 Januari 2011

TUGAS UAS INTERPERSONAL SKILL

SUPER LEADERSHIP


               Karakter terus berkembang dari waktu ke waktu. Banyak orang mengatakan karakter seseorang terbentuk sedari kecil. Kita memang tidak mengetahui dengan pasti kapan tepatnya karakter itu mulai berkembang. Akan tetapi, bisa dipastikan bahwa karakter tidak dapat berubah dengan cepat. Dari perilaku seseorang, kita bisa menebak karakternya. Seorang yang berkarakter kuat menunjukkan aktivitas, energi, kemantapan tekad, disiplin, kemauan keras, dan keberanian. Dia melihat apa yang ia inginkan lalu mengejarnya. Ia juga menarik orang untuk mengikutinya. Di sisi lain, orang yang berkarakter lemah tidak menunjukkan sifat-sifat tersebut. Ia tidak tahu apa yang ia inginkan. Sifatnya tidak terkelola dengan baik, terombang-ambing dan tidak konsisten. Akibatnya, tidak ada seorang pun yang bersedia mengikutinya.
               Orang yang kuat tidak selalu berkarakter baik. Seorang pemimpin preman adalah contoh orang berpengaruh yang berkarakter buruk. Sedangkan pemimpin suatu komunitas terkemuka adalah contoh orang berpengaruh dan berkarakter baik. Organisasi membutuhkan pemimpin yang kuat sekaligus berkarakter baik, yang bisa dipercaya dan yang akan memimpin mereka menuju masa depan.
            Untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif, para pengikut Anda harus memercayai Anda dan dilibatkan dalam visi yang Anda miliki. Korn/Ferry International, suatu perusahaan pencari para eksekutif, mengadakan survei mengenai apa yang diinginkan organisasi dari sang pemimpinnya. Para responden mengatakan bahwa mereka menginginkan orang yang beretika sekaligus memiliki visi ke depan yang kuat. Dalam banyak organisasi, tindakan seorang pemimpin menjadi teladan. Perilaku pemimpin bisa memenangkan kepercayaan, kesetiaan, dan menjamin vitalitas perusahaan agar berjalan dengan baik.
             Salah satu cara untuk membangun kepercayaan adalah dengan menunjukkan karakter yang baik terdiri dari keyakinan, nilai, kemampuan, dan sifat.
  1. Keyakinan adalah sesuatu yang kita pegang teguh dan mengakar dalam diri kita. Bisa berupa anggapan atau pendirian yang Anda anggap benar mengenai orang lain, konsep, atau hal-hal lain. Bisa juga berupa keyakinan tentang kehidupan, kematian, agama, hal baik dan hal buruk, dan sebagainya. 
  2. Nilai adalah sikap mengenai harga diri orang lain, konsep, atau hal lainnya. Misalnya, Anda menilai suatu mobil bagus, rumah yang nyaman, persahabatan erat, kenyamanan pribadi, atau keluarga harmonis. Nilai bersifat penting karena memengaruhi perilaku seseorang dalam menimbang seberapa pentingnya setiap pilihan. Anda mungkin menilai sahabat lebih berharga daripada kepentingan Anda sendiri, sedangkan orang lain mungkin menilai yang sebaliknya. 
  3. Sifat akan membedakan seseorang berdasarkan kualitas atau karakteristiknya, sedangkan karakter adalah jumlah keseluruhan dari sifat-sifat ini. Kita akan memfokuskan diri hanya pada beberapa sifat yang krusial untuk seorang pemimpin. Semakin banyak yang Anda miliki dari daftar berikut, semakin besar kepercayaan pengikut Anda terhadap Anda.
  4.  
    Sifat-Sifat Seorang Pemimpin yang Baik  
    1. Jujur. Seorang pemimpin yang baik menunjukkan ketulusan, integritas, dan keterbukaan dalam setiap tindakannya. 
    2. Kompeten. Tindakan seorang pemimpin haruslah berdasar pada penalaran dan prinsip moral, bukannya menggunakan emosi kanak-kanak dalam mengambil suatu keputusan.
    3. Berpandangan ke depan dan menetapkan tujuan. Dalam menetapkan tujuan, seorang pemimpin perlu menanamkan pemikiran bahwa tujuan itu adalah milik seluruh organisasi. Ia mengetahui apa yang diinginkannya dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. Biasanya ia menetapkan prioritas berdasarkan nilai dasarnya.
    4. Memberi inspirasi. Dalam mengerjakan setiap tugas, seorang pemimpin harus menunjukkan rasa percaya diri, ketahanan mental, fisik, dan spiritual. Dengan begitu, bawahan akan terdorong untuk mencapai yang lebih baik lagi.
    5. Cerdas. Seorang pemimpin yang efektif harus memiliki kemauan untuk terus membaca, belajar, dan mencari tugas-tugas yang menantang kemampuannya.
    6. Berpikiran adil. Prasangka adalah musuh dari keadilan. Seorang pemimpin yang baik akan memperlakukan semua orang dengan adil. Ia menunjukkan empatinya dengan bersikap peka terhadap perasaan, nilai, minat, dan keberadaan orang lain.
    7. Berpikiran luas. Pemimpin yang baik menyadari setiap perbedaan yang ada dalam ruang lingkup kepemimpinannya dan mau menerima segala perbedaan itu.
    8. Berani. Seorang pemimpin yang baik selalu bertekun dalam usahanya mencapai tujuan, bukannya terus-terusan berusaha mengatasi berbagai halangan yang memang sulit untuk diatasi. Biasanya, meskipun sedang berada di bawah tekanan, ia tetap tenang dan menunjukkan rasa percaya diri.
    9. Tegas. Anda tidak dapat menjadi seorang pemimpin yang baik bila tidak tegas dalam mengambil keputusan tepat di saat yang tepat.
    10. Imajinatif. Inovasi dan kreativitas diperlukan dalam suatu kepemimpinan. Seorang pemimpin haruslah membuat perubahan tepat di saat yang tepat dalam pemikiran, rencana, dan metodenya. Selain itu, kreativitas sang pemimpin juga terlihat dengan memikirkan tujuan dan gagasan baru yang lebih baik, dan menemukan solusi baru dalam memecahkan masalah 


    Tipe tipe kepimpinan 
    Menurut G. R. Terry yang dikutif Maman Ukas, bahwa pendapatnya membagi tipe-tipe kepemimpinan menjadi 6, yaitu :
    1. Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership). Dalam system kepemimpinan ini, segala sesuatu tindakan itu dilakukan dengan mengadakan kontak pribadi. Petunjuk itu dilakukan secara lisan atau langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin yang bersangkutan. 
    2. Tipe kepemimpinan non pribadi (non personal leadership). Segala sesuatu kebijaksanaan yang dilaksanakan melalui bawahan-bawahan atau media non pribadi baik rencana atau perintah juga pengawasan. 
    3. TIpe kepemimpinan otoriter (autoritotian leadership). Pemimpin otoriter biasanya bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan-peraturan yang berlaku secara ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati. 
    4. Tipe kepemimpinan demokratis (democratis leadership). Pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang terlaksananya tujuan bersama. Agar setiap anggota turut bertanggung jawab, maka seluruh anggota ikut serta dalam segala kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usahan pencapaian tujuan. 
    5. Tipe kepemimpinan paternalistis (paternalistis leadership). Kepemimpinan ini dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat kebapakan dalam hubungan pemimpin dan kelompok. Tujuannya adalah untuk melindungi dan untuk memberikan arah seperti halnya seorang bapak kepada anaknya. 
    6. Tipe kepemimpinan menurut bakat (indogenious leadership). Biasanya timbul dari kelompok orang-orang yang informal di mana mungkin mereka berlatih dengan adanya system kompetisi, sehingga bisa menimbulkan klik-klik dari kelompok yang bersangkutan dan biasanya akan muncul pemimpin yang mempunyai kelemahan di antara yang ada dalam kelempok tersebut menurut bidang keahliannya di mana ia ikut berkecimpung
    Kecerdasan Emosi
                Kecerdasan E  mosi atau Emotional Quotation (EQ) meliputi kemampuan mengungkapkan perasaan, kesadaran serta pemahaman tentang emosi dan kemampuan untuk mengatur dan mengendalikannya.
               Kecerdasan emosi dapat juga diartikan sebagai kemampuan Mental yang membantu kita mengendalikan dan memahami perasaan-perasaan kita dan orang lain yang menuntun kepada kemampuan untuk mengatur perasaan-perasaan tersebut.
    Jadi orang yang cerdas secara emosi bukan hanya memiliki emosi atau perasaan-perasaan, tetapi juga memahami apa artinya. Dapat melihat diri sendiri seperti orang lain melihat kita, mampu memahami orang lain seolah-olah apa yang dirasakan orang itu kita rasakan juga.


           
    Setidaknya ada 5 unsur yang membangun kecerdasan emosi, yaitu:
    1. Memahami emosi-emosi sendiri 
    2. Mampu mengelola emosi-emosi sendiri 
    3. Memotivasi diri sendiri 
    4. Memahami emosi-emosi orang lain 
    5. Mampu membina hubungan sosial 
    Kecerdasan Emosi itu sangat penting, karena?
               Kecerdasan Emosional diukur dari kemampuan mengendalikan emosi dan menahan diri. Dalam Islam, kemampuan mengendalikan emosi dan menahan diri itu disebut sabar. Orang yang paling sabar adalah orang yang paling tinggi kecerdasan emosionalnya. Ia biasanya tabah dalam menghadapi kesulitan. Ketika belajar orang ini tekun. Ia memiliki empati yang tinggi, tanggap terhadap lingkungan sosialnya, berdisiplin dan bertanggung jawab. Ia berhasil mengatasi berbagi gangguan dan tidak memperturutkan emosinya. Ia dapat mengendalikan perilakunya dan emosinya. (Jalaluddin Rakhmat,2001)
               Kecerdasan emosional memegang peranan besar dalam keberhasilan dan kesuksesan hidup seseorang, 20% keberhasilan hidup seseorang ditentukan oleh Kecerdasan Intelektualnya (IQ), sedangkan 80% nya ditentukan oleh Kecerdasan Emosionalnya(EQ) dan kecerdasan lainnya.
    Ciri - Ciri pemimpin yang memiliki kecerdasan emosi :
              Menerima dirinya sendiri
              Mampu mengendalikan diri
              Mampu memotivasi diri secara efektif
              Memiliki kepekaan terhadap orang lain
              Memiliki ketrampilan sosial ( Myerss)
     

    pentingnya soft skill


    Dunia kerja percaya bahwa sumber daya manusia yang unggul adalah mereka yang tidak hanya memiliki kemahiran hard skill saja tetapi juga piawai dalam aspek soft skillnya. Dunia pendidikan pun mengungkapkan bahwa berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill.
    Lalu, apakah definisi dari Hard Skill dan Soft Skill itu sendiri ?
    Hard Skill adalah pengetahuan dan kemampuan teknis yang berhubungan dengan kompetensi inti untuk setiap bidang kailmuan lulusan dan biasanya sekedar tertulis pada biodata atau CV (Curriculum Vitae) seseorang yang mencakup pendidikan, pengalaman dan tingkat keahlian. Sebagai contoh, seorang lulusan akuntansi harus menguasai proses akuntansi dari menjurnal hingga penyusunan laporan keuangan.

    Sedangkan Soft Skill pada dasarnya merupakan keterampilan personal yaitu keterampilan khusus yang bersifat non-teknis, tidak berwujud, dan kepribadian yang menentukan kekuatan seseorang sebagai pemimpin, pendengar (yang baik), negosiator, dan mediator konflik. Soft Skill juga merupakan pengembangan dari konsep yang selama ini dikenal dengan istilah kecerdasan emosional (Emotional Intelligence).

    Soft Skill sebenarnya dapat menjadi penentu kesuksesan seseorang jika dibandingkan dengan kemampuan Hard Skill. Pendidikan Soft Skill tentu menjadi kebutuhan urgen dalam dunia pendidikan. Diharapkan pendidikan mengenai Soft Skill tidak hanya pada pendidikan dibangku sekolah maupun perkuliahan tapi juga terdapat dalam pendidikan semacam diklat rekrutmen karyawan.
    Kemampuan Soft Skill dapat melengkapi kemampuan Hard Skill. Dengan Hard Skill atau keterampilan teknis yang dimiliki karyawan memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam jangka waktu tertentu akan tetapi bila tidak diimbangi dengan Soft Skill maka dalam kurun waktu tertentu karyawan akan mengalami kebosanan dan kejenuhan karena dampak terhadap pengembangan diri karyawan. Hard Skill dan Soft Skill diperlukan perusahaan agar tidak terjadi penurunan prudiktifitas karyawan.
    Hard Skill dan Soft Skill sebaiknya dijalankan seimbang dengan memperhatikan tingkat kebutuhan pengembangan karyawan. Jika karyawan digolongkan berdasarkan Hard Skill dan Soft Skill akan diperoleh 4 (empat) tipe karyawan, yaitu :
    1.      Karyawan dengan Hard Skill dan Soft Skill tinggi, ini bisa dikatakan sebagai karyawan ideal karena kompeten secara teknis dan punya kemampuan memotivasi diri dan mengembangkan dirinya. Dapat juga disebut sebagai Exellent Employ, mampu memimpin, memberi solusi, aktif dan kreatif dalam memecahkan persoalan secara konsektual maupun teknis.
    2.      Karyawan dengan Hard Skill tinggi dan Soft Skill rendah, jika diberi tanggung jawab suatu pekerjaan teknis tertentu dapat dikerjakannya dengan baik, tapi tidak memiliki ketahanan menghadapi tekanan kerja, bermalas-malasan, sampai pada tindakan yang tidak disiplin, seperti korupsi waktu kerja, meninggalkan jam kerja dan menunda-nunda pekerjaan. Dalam menghadapi kesulitan biasanya tidak tahan secara emosi, sering turun motivasi kerja karena menghadapi kesulitan.
    3.      Karyawan dengan Hard Skill rendah dan Soft Skill tinggi, Talk More Do Less, lebih banyak bicara secara konseptual dari pada bekerja secara teknis. Motivasi kerja tinggi, semangat tinggi, aktif mencari solusi persoalan dengan terus belajar mengembangkan diri. Pada umumnya mereka cerdas tapi tidak terampil secara teknis. Mereka juga akan lebih cepat dalam mendekati karyawan tipe pertama. Mempunyai potensi tinggi, untuk mengelola diri dan orang lain disekitarnya.
    4.      Karyawan dengan Hard Skill dan Soft Skill rendah, produktifitas dan prestasi kerja yang rendah (dibawah standar perusahaan) akan memberi banyak kesulitan untuk dirinya sendiri atau bagi perusahaan.

    Soft Skill dalam Pembelajaran
    Soft Skill adalah sebuah istilah dalam sosiologi tentang EQ (Emotional Quotient) seseorang yang dapat dikategorikan menjadi kehidupan sosial, komunikasi, bertutur bahasa, kebiasaan, keramahan, optimasi. Soft Skill berbeda dengan Hard Skill yang menekankan pada IQ (Intelligence Quotient) yang artinya penguasaan ilmu pengetahuan teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya.


    1. Kategori Soft Skill
    a.  Intra-Personal Soft Skill
    Yaitu keterampilan seseorang dalam mengatur dirinya sendiri untuk pengembangan kerja secara optimal. Intra-Personal Soft Skill mencakup, Self Awareness : Self confident, self assessment, trait & preference, emotional awareness. Self Skill : Improvement, self control, trust (kepercayaan), worthiness, time/source management. Proactivity, conscience. Contoh Intra-Personal Soft Skill :
    ·         Manajemen waktu
    ·         Manajemen stress
    ·         Manajemen perubahan
    ·         Karakter transformasi
    ·         Berpikir kreatif
    ·         Memiliki acuan tujuan positif
    ·         Teknik belajar cepat
    b.  Inter-Personal Soft Skill
    Yaitu keterampilan seseorang dalam hubungan dengan orang lain untuk pengembangan kerja secara optimal. Inter-Personal Soft Skill mencakup, Social awareness : political awareness, developing others, leveraging deversity, service orientation, empathy. Social skill : leadership, influence, communication, conflict management, cooperation, team work, synergy.
    Contoh Inter-Personal Soft Skill :
    ·         Kemampuan memotivasi
    ·         Kemampuan memimpin
    ·         Kemampuan negosiasi
    ·         Kemampuan presentasi
    ·         Kemampuan komunikasi
    ·         Kemampuan membuat relasi
    ·         Kemampuan bicara di muka umum


    2. Contoh Soft Skill
    ·         Kejujuran
    ·         Tanggung jawab
    ·         Berlaku adil
    ·         Kemampuan bekerja sama
    ·         Kemampuan beradaptasi
    ·         Toleran
    ·         Hormat terhadap sesame
    ·         Kemampuan mengambil keputusan
    ·         Kemampuan memecahkan masalah
    Masalah Soft Skill biasanya terjadi ketika seseorang berada diposisi manajerial atau ketika dia harus berinteraksi dengan banyak orang. Umumnya kelemahan Soft Skill barupa karakter yang melekat pada diri seseorang yang sulit untuk diubah. Ada banyak cara untuk meningkatkan Soft Skill antara lain melalui learning by doing, mengikuti pelatihan maupun seminar manajemen atau dengan berinteraksi dan melakukan aktivitas dengan orang lain.
    Soft Skill yang memadai yaitu kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan masyarakat sekitar, seperti kemampuan berempati, mendengarkan, berkomunikasi dan membantu orang lain, serta kemampuan untuk melakukan analisis.
    Pentingnya Soft Skill
    Seperti halnya yang telah kita ketahui bahwa Soft Skill termasuk salah satu unsur penting dalam menunjang suatu kesuksesan atau mental seorang karyawan. Soft Skill merupakan faktor untuk menyeimbangkan antara Intelligence Quotient (IQ) dan Emotional Quotient (EQ). Soft Skill termasuk kemampuan mengelola diri sendiri dan orang lain secara non-teknis. Karena itu, dalam setiap proses rekrutmen karyawan, perusahaan selalu memberikan pelatihan atau masa percobaan. Untuk mengetahui sejauh mana seorang karyawan baru mampu mengembangkan dirinya dan dinilai siap dalam menangani suatu pekerjaan tertentu di perusahaan tersebut secara benar atau dipandang kompeten oleh perusahaan.


    Pelajaran menarik dari buku “Lesson from The Top karya Neff dan Citrin (1999)”. Penulis mewawancarai 50 orang yang dianggap tersukses di Amerika Serikat dan hasil polling 500 orang dari berbagai perusahaan, LSM, dekan dan rektor perguruan tinggi. 10 (Sepuluh) kiat sukses menurut 50 orang tersebut paling penting, yakni :
    1.      Nafsu, unsur dalam kecerdasan emosional yang merupakan kiat sukses yang meliputi gairah atau semangat membara;
    2.      Intelligence Quotient (IQ), indikatornya kemampuan menghitung, menganalisis, mendesain, berwawasan, berpengetahuan luas, membuat model dan kritis;
    3.      Kemampuan berkomunikasi dalam mengembangkan/membangkitkan diri dan mengembangkan orang lain;
    4.      Kesehatan dan energi tinggi, meliputi kemampuan menjaga stamina fisik dan kesehatan organ-organ tubuh;
    5.      Kecerdasan spiritual, di Amerika Serikat menduduki urutan tertinggi dalam mendukung sukses. Mampu menjawab untuk apa dia hidup, mau kemana setelah hidup, dan apa yang ditargetkansetelah kehidupan ini. Orang seperti ini akan berusaha semaksimal mungkin menyelamatkan dan menyejahterakan orang sebanyak mungkin, bukan justru membuat orang lain menderita;
    6.      Kreatif dan inovatif;
    7.      Rendah hati;
    8.      Selalu bersikap positif;
    9.      Hidup dalam keluarga yang harmonis;
    10.     Fokus dan mengerjakan yang benar.

    Dalam 10 (sepuluh) kiat sukses di atas, kebanyakan menyebutkan pentingnya memiliki keterampilan lunak sebagai syarat sukses di dunia kerja. Mereka menentukan kesuksesan bukanlah keterampilan teknis, melainkan kualitas diri yang termasuk dalam kategori Soft Skill atau keterampilan yang berhubungan dengan orang lain (People Skill).


    Oleh karena itu, communication dan interpersonal skill merupakan syarat terpenting untuk sukses di segala profesi. Setiap karyawan diwajibkan mampu bersosialisasi terhadap sesama karyawan, atasan, dan pihak lain yang mempunyai peranan dalam proses pekerjaan. Team work dalam suatu pekerjaan adalah salah satu faktor penting untuk menunjang produktivitas perusahaan. Pendidikan dan pelatihan serta masa percobaan yang telah diberikan perusahaan kepada karyawan baru akan dapat lebih memudahkan karyawan dalam pendidikan Soft Skill. Diharapkan juga perusahaan memberikan pendidikan dan pelatihan tentang Soft Skill dan jangka waktu berkala sesuai ketentuan perusahaan agar karyawan dapat pendidikan Soft Skill secara teratur.

    Senin, 27 Desember 2010

    MANAJEMEN DIRI


    Setiap orang mempunyai tujuan hidup. Tujuan hidup setiap orang berbeda-beda. Karena mereka memiliki pemikiran yang berbeda, dan juga keinginan yang berbeda dalam kehidupannya. Ada yang sangat berambisi, biasa saja, dan ada pula yang hanya menjalani apa yang sudah tuhan takdirkan.

    Tidak mudah menjalani tujuan hidup yang sudah kita rencanakan, karena terkadang rencana yang sudah kita ingin jalankan terbentur oleh kenyataan yang ada. Karena kita tidak mempunyai kuasa apapapun untuk dapat menentukan apakah tujuan yang sudah kita tentukan itu dapat berjalan dengan baik. Karena ada Tuhan yang menentukan dan mempunyai kuasa atas segala hal yang ada di dunia ini. Jika DIA sudah menentukan tidak apakah kita dapat merubahnya. Oleh sebab itu kita hanya dapat berdoa agar tujuan yang sudah kita rancang dapat berjalan sesuai rencana.

    Perencanaan tujuan hidup yang baik tidak mudah. Karena kita harus mampu konsisten dengan apa yang sudah kita rencanakan. Dan kita sudah memikirkan baik dan buruknya terlebih dahulu.Merencanakan tujuan hidup yang baik dengan cara manajemen diri. Pengertian Manajemen Menurut James A.F. Stoner : Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunaan sumua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian Manajemen Menurut Mary Parker Follet : Manajemen adalah suatu seni, karena untuk melakukan suatu pekerjaan melalui orang lain dibutuhkan keterampilan khusus.

     Manajemen diri (self management) merupakan istilah yang sangat populer saat ini. Banyak seminar, training, maupun tulisan yang mengupas subyek ini karena memang diperlukan bagi mereka yang berada di lingkungan profesional maupun dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

              
    Manajemen diri adalah orang yang mampu untuk mengurus dirinya sendiri. Sedangkan kemampuan untuk mengurus diri sendiri itu dilihat dari kemampuan untuk mengurus wilayah diri yang paling bermasalah. Dan yang paling biasa bermasalah dalam diri itu adalah hati. Oleh karena itu kita harus bisa memanaj hati.

    Pada dasarnya manajemen diri merupakan pengendalian diri terhadap pikiran, ucapan, dan perbuatan yang dilakukan, sehingga mendorong pada penghindaran diri terhadap hal-hal yang tidak baik dan peningkatan perbuatan yang baik dan benar.

              Manajemen diri juga menuju pada konsistensi dan keselarasan pikiran, ucapan dan perbuatan sehingga apa yang dipikirkan sama dan sejalan dengan apa yang diucapkan dan diperbuat. Integritas seperti inilah yang diharapkan akan timbul dalam diri para praktisi manajemen diri.

                    Sebelum bisa memiliki pikiran-ucapan-perbuatan baik, terlebih dahulu seseorang harus memiliki pemahaman dan pengertian yang benar.

                    Jadi urutan yang benar adalah :

                   Pemahaman/pengertian benar
    ==> pikiran benar ==> ucapan benar ==>perbuatan benar.

                     Akan tetapi walaupun punya
    pemahaman terhadap kebaikan dan ketidakbaikan, belum tentu pikiranucapannya selalu sejalan dengan pikiran baik ini. Demikian pula tidak ada garansi bahwa perbuatannya secara fisik merefleksikan sepenuhnya pikiran yang baik ini. seseorang mampu diarahkan terus-menerus terhadap kebaikan. Dan walaupun seandainya pikiran seseorang sudah didominasi oleh kebaikan, belum menjamin bahwa

                   Sebagai contoh, apapun latar belakang, umur, jenis kelamin, pendidikan, suku dan lain sebagainya, umumnya kita setuju bahwa olah raga dengan frekuensi dan dosis yang tepat, dapat menjaga kebugaran, daya tahan dan kesehatan seseorang. Pemahaman ini menuntun pada pikiran yang baik bahwa olah raga penting bagi kesehatan.

                 Pemahaman dan pikiran tentang kebaikan olah raga ini lebih mudah sejalan dengan ucapan. Sewaktu menasihati orang lain, dengan mudah kita menjelaskan pentingnya berolah raga secara teratur. Akan tetapi sewaktu harus praktek langsung, banyak di antara kita akan memunculkan berbagai alasan untuk mendukung dan memberikan pembenaran mengapa diri kita sendiri jarang atau bahkan tidak sama sekali berolah raga. Mulai dari alasan sibuk bekerja, waktunya belum tepat, tidak ada sarana, dan lain-lain.

                Ini menjelaskan mengapa banyak orang yang tidak atau belum sukses padahal begitu banyak kiat, taktik, strategi, dan metode sukses diajarkan melalui buku, kaset, seminar dan lain-lain. Banyak di antara kita hafal di 'luar kepala' dan mampu dengan cepat menyebutkan persyaratan untuk bisa sukses, mulai dari berdisiplin tinggi, tepat waktu, punya integritas, jujur, fokus pada apa yang sedang dikerjakan, kerja sama team, bertanggung jawab, bekerja keras, tidak mudah putus asa, dan lain sebagainya.


                Begitulah,
    banyak dari kita hanya bermain pada tataran pemahaman dan pikiran, atau paling jauh sampai level ucapan saja. Begitu harus diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari secara disiplin, kita memberikan banyak maaf kepada diri sendiri untuk menunda atau tidak melakukan berbagai kiat, taktik, strategi dan metode sukses tersebut.

               Akhirnya sukses terlihat hanya menjadi hak orang lain dan bukan hak kita. Padahal kita sendirilah yang menentukan sukses tidaknya diri kita masing-masing karena setiap orang punya hak untuk sukses, seperti yang dikatakan oleh Bapak Andrie Wongso bahwa " Success is My Right " (sukses adalah hak saya).


              Sebenarnya tanpa perlu menjalankan semua persyaratan sukses, masih terbuka lebar kesempatan meraih berbagai keberhasilan dalam hidup kita. Seringkali cukup dengan menjalankan secara disiplin dan konsisten beberapa poin saja di antaranya, maka kita akan menjadi insan-insan yang berbeda dan lebih baik dari mereka-mereka yang hanya berwacana di tataran pikiran dan ucapannya saja (OmDo = Omong Doang, NATO = No Action Talk Only, "Tong Kosong Nyaring Bunyinya"). 

                  Menata hati dan potensi yang ada di dalam diri diperlukan kecerdasan. Saat ini seseorang berkarya tidak cukup dengan kecerdasan rasional yaitu seseorang yang bekerja dengan rumus dan logika kerja saja, atau dengan kecerdasan emosional (Goleman, 1996) agar merasa gembira, dapat bekerjasama dengan orang lain, punya motivasi kerja, bertanggungjawab dan life skill lainnya. Dan satu hal lain yaitu kecerdasan spiritual agar seseorang merasa bermakna, berbakti dan mengabdi secara tulus, luhur dan tanpa pamrih yang menjajahnya (Zohar, 2002).

                Jika diantara ketiganya kita satukan untuk dapat manata atau mamanaj diri, tidaklah mungkin semua yang sudah kita rencanakan dapat berjalan sesuai dengan harapan. Karena dari ketiga kecerdasan tersebut saling mendukung dalam menata diri. 

                Kesuksesan dapat dilihat dari kesuksesan seseorang dalam memenage dirinya sendiri. Karena setelah dapat memenaj diri sendiri pasti orang itu akan dapat memimpin